Sabtu, 25 Juli 2009

joyondaru

-->
Makna dari joyondaru
Ketika saya mulai menulis artikel ini ( sabtu, 25 juli 2009 sekitar pukul 08.15 ...##terinspirasi tulisan pak Agung dan P. Budda Handayaningrat##... ), entah berapa lama saya membawa kata "Joyondaru" dalam diri saya, padahal nama saya tidak ada kata joyondaru. Tetapi saya sering menambah kan kata ini kedalam nama saya.. Selama ini saya hanya diam tanpa menjelaskan apa makna dari “joyondaru” itu, selama ini juga saya hanya mengumbarnya saja dari kata-kata yang saya lontarkan, dari tinta-tinta yang saya goreskan pada kertas, pada tembok pada plastik pada buku bahkan flashdisk dan hardisk komputer saya, ada banyak benda yang secara kasat mata aku tulisi dengan kata " Joyondau". mungkin kebanyakan orang acuh tidak pernah memimikirkannya, tapi ada sebagian kecil orang pasti akan bertanya apa sebenarnya "Joyondaru" yang di maksudkan oleh Bakir (Penulis). sebenarnya saya malas sekali untuk menulis dan menjabarkannya, bagi saya lebih enak untuk menerangkan dengan suara. dari pada harus menulis. Terus terang bingung harus menulis dan merangkai kata kata apa yang sesuai. Dan juga ada banyak hal yang tidak bisa disebutkan satu persatu alasan keengganan saya. Satu lagi yang yang cukup penting adalah karena saya tidak bisa menulis dan merangkai kata-kata dengan baik. Ah sudahlah... Sebaiknya saya kembali fokus pada inti tulisan ini saja..Sebenarnya saya bingung harus mulai dari mana.... sebagai kata awal yang bisa mengantarkan pembaca agar mudah mencerna apa yang akan saya jabarkan.... dengan sederhana tentunya.... Simply & harmony.... tentu saja....
Saya mulai.... (ini artikel sebagian saya comot-comot dari internet dan primbon gaya baru.... dan melalui pengolahan bahasa yang tidak njelimet dengan harapan pembaca dapat mengupas makna yang surat maupun yang tersirat dengan mudah)
Ki Lurah Semar, Begawan Tambapetra, Nakula dan Sadewa, membawa pohon jatiwasesa berbunga dewandaru dan berbuah jayandaru kehadapan Prabu Puntadewa. Sebagai sebuah syarat untuk meminjam “jimat kalimasada “. Sesampai di pendapa disambut oleh Prabu Puntadewa, Prabu Kresna, Werkudara, Harjuna dan Hanoman. Terjadilah sebuah dialog yang mengesankan.
Ki Lurah Semar : “ Ndara…ndaraku Prabu Puntadewa, telah aku dapatkan pohon jatiwasesa berbunga dewandaru dan berbuah jayandaru. Kini, aku ingin pinjam jimat kalimasada untuk mengatasi pagebluk di karang kadempel dan sekaligus seluruh negara yang berdampingan dengan amarta “
Prabu Puntadewa : “ Benar.., kakang Semar…aku sudah melihat pohon yang aku minta. Namun sebenarnya bukan hanya wujud fisik pohon ini. Justru aku ingin kakang Semar menjabarkan arti dan makna pohon ini. Di setiap pemikiranku, seorang pemimpin harus memiliki pohon jatiwasesa berbunga dewandaru dan berbuah jayandaru. Dengan begitu para kawula dan pemimpin akan senyawa dan selaras dengan jagat. Sehingga jagat tidak akan marah dan murka untuk memberi goncangan baik di jiwa maupun di raga “.
Ki Lurah Semar : “ Eeee…, lae…lae…ndaraku Puntadewa…ndika ( kamu ) itu ‘ narendra ‘ bukan ratu. Ndaraku harjuna itu ‘ ratu ‘ di madukara. Ndaraku Werkudara ‘ ratu ‘ di jodipati. Ndaraku Kresna, ‘ ratu ‘ di nDwarawati. ‘ Ratu ‘ itu sifat dan watak pemimpin yang kesatria. Budaya ‘ keratuan ‘ adalah pola-pikir dan perilaku pemimpin yang kesatria. Beda dengan ndaraku Puntadewa yang ‘ Narendra ‘. Narendra itu seorang kesatria yang punya sifat dan watak yang bijak, penuh dengan darma dalam hidupnya, tidak pernah berfikir untuk dirinya sendiri kecuali bagi kepentingan masyarakat, darahnya putih karena kebaikannya, lugu dan jujur dalam segala hal, tapi setiap kata-kata yang diucapkan selalu bijaksana dan bisa mengatasi segala persoalan kawula-kawulanya. Sebab tingkat nya adalah manusia yang sangat dekat dengan para miluhur dan Sang Pencipta. Tidak hanya sebagai pemimpin manusia saja, tapi juga mampu sebagai pemimpin alam sekalir ( seluruh isi alam ). Maka hanya ndaraku Puntadewa yang mampu memiliki, merawat dan membawa ‘ jimat kalimasada ‘.
Pohon Jatiwasesa adalah pohon jati yang bercabang empat. Ini sebuah simbol jatidiri manusia yang jawa ( paham ) akan hukum kodratnya sebagai manusia yang kesatria seperti ‘ ratu ‘ tadi. Jatiwasesa punya arti ‘ kekuasaan yang sejati ‘ tentu terhadap dirinya sendiri. Jika seorang pemimpin tidak bisa memahami akan kekuasaan yang sejati atas dirinya sendiri, tentu bukanlah seorang pemimpin yang kesatria yang bisa membawa masyarakatnya mencapai kesejahteraan. Gambaran pemimpin yang tidak paham akan kekuasaan sejati atas jatidirinya, ya..seperti para kurawa itu. Pola pikir dan perilakunya selalu di dasarkan atas rekayasa-rekayasa yang mengarah pada keserakahan. Bercabang empat itu menunjukkan ‘ keblat papat ‘, seperti mata-angin ada timur, selatan, barat dan utara
Pohon jatiwasesa berbunga dewandaru. Bunga dewandaru adalah simbol keharuman jatidiri oleh kebaikan-kebaikan. Bunga dewandaru adalah bunga yang sangat langka dan harum sekali, keharumannya bisa tercium hingga jarak jauh. Pohon jatiwasesa berbuah jayandaru. Karena buah itu berasal dari bunga, maka buah yang bakal dipetik nantinya adalah jayandaru. Jayandaru adalah kejayaan atau kebenaran-kebenaran yang terwujud sehingga menjadi sebuah kejayaan. Semar mBangun Kahyangan adalah bangsa dan negara ini membangun ‘ sinar kebenaran ‘. Semar adalah simbol ciptaan Sang Pencipta yang selalu di jangkau oleh tangan besar Sang Pencipta. Jika bangsa dan negara ini menginginkan keluar dari badai pagebluk, tentu harus membangun kebenaran yang tidak berlawanan dengan kehendak leluhur dan alam. Pemahaman filosofi pohon jatiwasesa berbunga dewandaru dan berbuah jayandaru, hendaknya dimulai dari para pemimpin, wakil rakyat, penegak keadilan, penjaga negara, seniman, budayawan itu dalam skala besar (negara)
Kalau kita mengerucutkan pemikiran ruang lingkup, maka saya hanya berfikir tentang diri saja. Tidak lebih.... karena pada hakekatnya setiap individu adalah seorang pemimpin, baik itu dari tukang parkir,tukang becak,pedagang, guru, kepala sekolah, direktur, bos, presiden, siapa saja.... dan kesemuanya itu diberi tanggung jawab untuk memimpin sesuai dengan porsi terhadap lingkungannya... satu contoh saja Guru (karena kebetulan saya adalah seorang yang pernah menjadi pengajar/guru..... walaupun saya gagal menjadi guru #he...he...#....). Bagaimana tanggung jawab sebagai guru, kepemimpinan guru terhadap murid-muridnya. Sudah mengayomi kah...,sudah menularkan ilmu yang baik kah?, dengan cara yang baik kah...? bijak kah?. itu adalah salah santu contoh saja.... begitu juga berlaku pada yang lain an yang dihadapi lain pula. Tetapi hakekatnya sama... bahwa kita adalah pemimpin.
Lantar yang menjadi pertanyaan adalah mengapa saya memakai “joyondaru” dalam banyak hal...
Menurut saya sebaiknya orang mempunyai pandangan dan semboyan, seperti negara kita saja mempunyai semboyan Bhineka tunggal ika. Bukan sebagai tujuan, namun sebagai rambu-rambu atau pengingat saja bahwa tujuan hidup kita menjadi jelas. Joyondaru disini Yang jelas bukan ingin menjadi nomer 1 dan mengalahkan banyak orang ( makna dari joyondaru adalah cahaya kemenangan). Tetapi keindahan, kelembutan, keserasian, harmoni, keseimbangan, hidup.... Hablum minallah (hubungan dengan Allah) dan Hablum minannas(hubungan dengan manusia) hablum ghairu mahlugot (hubungan dengan Alam)
Begitulah Joyondaru.... sebuah cahaya kemenangan, bukan dari pertempuran tapi dari kebenaran dan keseimbangan jagad....
Kalau di tanya lagi... apakah tulisan ini berarti..?
Tentu jawabnya adalah tidak... tetapi saya berharap ada yang mengerti dan bisa memanfaatkannya. Bukan sebagai tuntunan, karena ini bukan tuntunan hidup... tetapi... sebagai ilmu pengetahuan.... ilmu pengetahuan yang hampir tiada berbatas...

Simply & Harmony
Keseimbangan tanpa batas.......